BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu
Negara berkembang yang berada di kawasan asia tenggara. Layaknya sebuah Negara
berkembang, Indonesia tak akan pernah lepas dengan program-program pembangunan
baik dalam skala lokal maupun skala nasional. Pada hakikatnya tujuan
pembangunan adalah mewujudkan masyarakat yang mempunyai tingkat kesejahteraan
sosial yang tinggi. Namun dalam perjalanannya, berbagai kendala masih sering
dijumpai.
Menurut data BPS
indonesia, jika
dilihat dari administratif kabupaten/kota, data terkini pemerintah menyebutkan
terdapat 122 kabupaten/kota yang memiliki daerah tertinggal. Padahal
lanjut Marwan, dari hasil pertemuannya dengan berbagai kepala daerah dan
aparatur desa, jumlah kabupaten/kota yang memiliki desa tertinggal mencapai 200
- 300 kabupaten/kota. Sebanyak 32.000
desa dari 74.093 jumlah desa di Indonesia atau 52,79 persen. (SJ)
Salah satu kendala yang mendominasi
adalah rendahnya tingkat aksesbilitas ke daerah pembangunan. Hal inilah yang
menjadi penyebab utama kesenjangan pembangunan. Kesenjangan pembangunan, baik
antar golongan masyarakat maupun antar daerah yang relatif masih tinggi
berusaha terus diturunkan. Berbagai program percepatan yang diharapkan menjadi
katalis terhadap peningkatan kegiatan pembangunan nyatanya masih dirasa kurang
dampaknya.
Salah satu contohnya adalah
tarik-menarik kewenangan dan masalah birokrasi yang terlalu rumit (Koran
Jakarta:16 oktober 2013). Oleh karena itu pemerintah membuat Kementrian
Pembangunan Daerah Tertinggal. Dalam rangka melaksanakan pembangunan di daerah
tertinggal diperlukan data-data yang akurat, terperinci, aktual, dan mudah
diakses sehingga memudahkan bagi Kementerian PDT dan Kementerian/Lembaga dalam
melakukan afirmasi dan intervensi untuk percepatan pembangunan di daerah
tertinggal.
Di Indonesia sendiri tercatat ada 122
kabupaten/kota daerah
tertinggal yang menyebar di seluruh Indonesia. Dalam pengkategorian sebuah
daerah tertinggal terdapat 5 faktor yang mempengaruhi anatara lain faktor
geografis, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, prasarana dan sarana, serta
daerah terisolasi, rawan konflik dan rawan bencana. Pada umumnya pada aspek seumber
daya manusia, masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang
belum berkembang.
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Apa yang dimaksut dengan Daerah
tertinggal?
2.
Apa yang menyebapkan daerah tertinggal?
3.
Bagaimana karakteristik daerah
tertinggal?
4.
Bagaimana pendidikan didaerah
tertinggal?
5.
Bagaiman pembangunan pada daerah
tertinggal?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui pengertian daerah tertinggal.
2. Untuk
mengetahui apa yang menyebapkan suatu
daerah dapat tertinggal
3. Untuk mengetahui karakteristik daerah
tertinggal.
4. Untuk mengetahui pendidikan daerah tertinggal.
5. Untuk
mengetahui pembangunan didaerah tertinggal.
1.1 Kegunaan
Adapun kegunaan dari makalah ini yaitu dapat menjadi
sumber bahan bacaan yang dapat memberikan pengetahuan mengenai daerah
tertinggal bagi siapapun.
BAB II PEMBAHASAN
2.
1. Pengertian Daerah Tertinggal
Secara umum yang dimaksud dengan
Daerah Tertinggal adalah daerah Kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya
relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional.
Pengertian daerah tertinggal sebenarnya multi-interpretatif dan amat luas.
Meski demikian, ciri umumnya antara lain: tingkat kemiskinan tinggi, kegiatan
ekonomi amat terbatas dan terfokus pada sumberdaya alam, minimnya sarana dan
prasarana, serta kualitas SDM yang rendah.
Daerah tertinggal secara fisik
terkadang lokasinya amat terisolasi. Beberapa pengertian wilayah tertinggal
telah disusun oleh masing-masing instansi sektoral dengan pendekatan dan
penekanan pada sektor terkait (misal: transmigrasi, perhubungan, pulau-pulau
kecil dan pesisir, Kimpraswil, dan lain sebagainya). Wilayah tertinggal secara
definitif dapat meliputi dan melewati batas administratif daerah sesuai dengan
keterkaitan fungsional berdasarkan dimensi ketertinggalan yang menjadi faktor
penghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Berdasarkan Keputusan Menteri
pembangunan daerah tertinggal Nomor 001/KEP/M-PDT/I/2005 tentang Strategi
Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal, yang dimaksud dengan Daerah Tertinggal
adalah daerah Kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang
dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Konsep daerah tertinggal pada
dasarnya berbeda dengan konsep daerah miskin. Oleh karenanya, program
pembangunan daerah tertinggal berbeda dengan program penanggulangan kemiskinan
2.2. Faktor Penyebab Daerah Tertinggal
Suatu daerah dikategorikan sebagai
daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, yaitu:
1.
Geografis
Umumnya secara geografis daerah
tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman,
perbukitan/ pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau
karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan
baik transportasi maupun media komunikasi.
2.
Sumberdaya Alam
Beberapa daerah tertinggal tidak
memiliki potensi sumberdaya alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang
besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak
dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumberdaya alam
yang berlebihan.
3.
Sumberdaya Manusia
Pada umumnya masyarakat di daerah
tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang
relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.
4.
Prasarana dan Sarana
Keterbatasan prasarana dan sarana
komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan
pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut
mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
5.
Daerah Terisolasi, Rawan Konflik dan Rawan Bencana
Daerah tertinggal secara fisik
lokasinya amat terisolasi, disamping itu seringnya suatu daerah mengalami
konflik sosial bencana alam seperti gempa bumi, kekeringan dan banjir, dan
dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi.
6.
Kebijakan Pembangunan
Suatu daerah menjadi tertinggal dapat
disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada
pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan,
serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan
pembangunan.
2.3.
Kriteria Penetapan Daerah Tertinggal
Unit terkecil daerah tertinggal yang
digunakan dalam Strategi Nasional ini adalah wilayah administrasi Kabupaten.
Hal ini sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang secara penuh diberikan
kepada pemerintah Kabupaten.
Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik. Ke-6 (enam) kriteria ini diolah dengan menggunakan data Potensi Desa (PODES) 2003 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002 dan data Keuangan Kabupaten 2004 dari Departemen Keuangan. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten yang dikategorikan kabupaten tertinggal.
Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik. Ke-6 (enam) kriteria ini diolah dengan menggunakan data Potensi Desa (PODES) 2003 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002 dan data Keuangan Kabupaten 2004 dari Departemen Keuangan. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten yang dikategorikan kabupaten tertinggal.
Menurut Lucky
H. Korah, sekretaris Kementrian Negara PDT (2008) daerah tertinggal mempunyai
ciri yaitu tidak bisa berkembangnya individu, masyarakat dan wilayahnya.
Sedangkan, menurut Sarwono (2008) Kriteria sebuah daerah tertinggal adalah
berdasarkan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan wilayah (fungsi inter dan intra
spasial baik pada aspek lingkungan, aspek manusianya, maupun prasarana pendukungnya)
kurang berkembang dibandingkan daerah lain. Kriteria utama yang digunakan dalam
penentuan suatu daerah tertinggal antara lain, perekonomian masyarakat, sumber
daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah
fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Saat ini masih terdapat 199
kabupaten yang masuk dalam daerah tertinggal, dan 28 diantaranya berada di
wilayah perbatasan dengan pembagian sebagai berikut: kawasan timur Indonesia
sebanyak 123 kabupaten, Sumatra memiliki 58 kabupaten yang disinyalir sebagai
daerah tertinggal, Pulau Jawa-Bali sebanyak 18 kabupaten.
2.4. Pandangan Masyarakat Daerah Tertinggal
Terhadap Pendidikan
Daerah tertinggal merupakan daerah yang
terisolir dari pembangunan yang sedang berjalan. Tidak hanya secara fisik
mereka tertinggal namun juga dari cara berpikir masyarakatnya. Prinsip ‘banyak
anak banyak rejeki’ seakan telah menjamur dalam kehidupan mereka.
Pandangan masyarakat desa di daerah
tertinggalpun cenderung lebih berorientasi pada hal materiil, yaitu lebih
menyukai jika anak-anaknya bekerja membantu orang tua dari pada harus
belajar di sekolah. Mungkin hal inilah yang menyebabkan masyarakat desa di
daerah tertinggal sulit melepaskan anak-anak mereka untuk menuntut ilmu di
tempat yang jauh. Mereka lebih suka melihat anak-anak mereka di rumah membantu
orang tua di ladang, tambak atau sawah.
Paradigma seperti inilah yang telah ada
dalam diri mereka sejak lama dan sulit untuk dirubah. Bagi masyarakat
pedalaman, yang berpencar, pendidikan belum merupakan prioritas karena
anak-anak masih dipandang sebagai alat produksi bagi keluarga, perbedaan ini
perlu dieliminir.
Masyarakat disana berpikir bahwa sekolah kurang berguna untuk wanita.
Karena pada akhirnya wanita akan kembali ke dapur dan hanya bekerja sebatas
mengurus rumah, suami dan anak-anak.
2.5. Pendidikan di
Daerah Tertinggal
Sarana
komunikasi yang kurang baik dan jauhnya daerah dari pusat pemerintahan menjadi
salah satu penyebab tertinggalnya daerah dari pembangunan pendidikan. Pemberlakuan
Undang-undang no. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah mengisyaratkan pada kita
mengenai perkembangan daerah-daerah dengan suasana yang lebih kondusif dan demokratis. Namun
ternyata hal ini juga berimbas pada pendidikan.
Sebenarnya,
masih banyak daerah yang belum siap menerima kebijakan pemerintah yang baru
yang menyerahkan kebebasan pada pemerintah daerah untuk mengatur pendidikan
yang selama ini selalu berbasis pada pemerintah pusat. Hal ini dapat terlihat
dari ketidaksiapan daerah yang tertinggal dalam menghadapi situasi ini.
Terlihat dari
sarana dan prasarana yang kurang memadai.seperti akses jalan menuju sekolah,
bangunan sekolah yang rapuh, serta buku-buku yang digunakan dalam mengajar. Hal
tersebut berhubungan erat dengan masalah dana yang kurang tersedia di setiap
daerah. Ini menjadi masalah yang mendasar bagi pemerintah daerah, kecuali jika
pemerintah pusat dapat membantu mereka mengatasi masalah ketersediaan dana ini.
Yang kedua adalah masalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai. Tidak
hanya mengenai kuantitasnya namun juga kualitasnya yang jauh dibawah standar
kelayakan. Masih terdapat beberapa daerah yang SDM nya masih belum memadai dan
mengerti bagaimana konsep pendidikan yang sebaiknya diterapkan. Terlihat juga
dari tenaga pengajar yang kebanyakan honorer. Banyak dari tenaga pengajar
tersebut merupakan relawan yang bersedia membantu mengajar.
Data hingga
tahun 2005 menunjukkan, bangunan SD dan SMP di daerah tertinggal di Sumatera
Utara berjumlah 9.735 unit, dengan 63.997 kelas. Sedangkan jumlah siswa
sebanyak 2.002.371 orang. Sedangkan jumlah tenaga guru yang ada sebatas 84.241
orang.
Beberapa daerah
yang tertinggal mempunyai Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat
rendah, hal ini menyebabkan mereka merasa sangat berat untuk dapat
menyelenggarakan pendidikan dengan layak. “Karena anggarana Pendapatan Asli
Daerah (PAD) mereka sangat rendah, beberapa daerah yang selama ini kita kenal
dengan daerah tertinggal merasa keberatan untuk langsung menerima beban
kewenangan kebijakan desentralisasi pendidikan ini. Pembiayaan pembangunan yang
mereka lakukan selama ini banyak ditunjang oleh pusat atau propinsi. Pendapatan
asli daerah mereka tergolong masih sangat rendah” (Chan, Sam, 2006)
Masalah lain,
yaitu masyarakat daerah tertinggal adalah masyarakat yang gamang atau takut
terhadap upaya pembaruan. Perubahan kurikulum, uji coba model, dan uji coba
mekanisme sering dianggap para pengajar sebagai sebuah malapetaka atau
setidaknya menjadi beban yang cukup berat untuk mereka. Serta LSM yang bergerak
di bidang pendidikan masih kurang.
2.6. Program-Program Pembangunan yang
dilakukan pemerintah Pemerintah
Sudah cukup banyak usaha-usaha
yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi masalah ketertinggalan daerah selama
ini. Salah satunya yaitu pemerintah mengeluarkan Permen PDT No. 07/ PER/ W-PDT
/III/2007 tentang perubahan strategi pembangunan daerah tertinggal. Ini
merupakan implementasi teknis dari Undang-undang nomor 25 tahun 2005 tentang
sistem perencanaan pembangunan nasional.
Kementrian PDT juga membuat sasaran
pembangunan daerah tertinggal yang terbagi dalam sasaran jangka menengah
(RPJMN) dan sasaran jangka panjang (RPJPN). Kedua program kerja tersebut
mempunyai tujuan untuk mempercepat pertumbuhan daerah-daerah yang tertinggal.
Pemerintah juga mengadakan Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
atau disebut juga dngan P2DTK. Program (Sarpung) Sarjana Pulang Kampung juga
diterapkan Pemkab Tapin, Kalimantan Selatan untuk mrnyebarkan tenaga pendidik
di daerah mereka. Program beasiswa dan penggalangan dana untuk anak-anak yang
mempunyai masalah ekonomi juga semakin digalakkan karena pada dasarnya masalah
ekonomi kerap menjadi masalah utama yang membelenggu masyarakat di daerah
tertinggal. Masalah ini sepatutnya tidak hanya menjadi tugas pemerintah dalam
menyelesaikannya, namun juga menjadi tanggung jawab masyarakat dalam
pelaksanaannya.
Pembukaan UUD 1945 yang berisi tujuan
pendidikan nasional adalah membentuk warga Negara yang cerdas, mandiri dan
dilandasi oleh ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sepatutnya
menjadi landasan utama dalam merealisasikan pendidikan yang berbasis
pemberdayaan masyarakat agar terlatih kecerdasannya.
Strategi pembangunan daerah
tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah.
Strategi dimaksud meliputi:
1. Pengembangan
ekonomi lokal, strategi
ini diarahkan untuk mengembangkan ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan
pada pendayagunaan potensi sumberdaya local (sumberdaya manusia, sumberdaya
kelembagaan, serta sumberdaya fisik) yang dimiliki masing-masing daerah, oleh
pemerintah dan masyarakat, melalui pemerintah daerah maupun kelompok-kelompok
kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.
2. Pemberdayaan
Masyarakat, strategi
ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif
dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
3. Perluasan
Kesempatan, strategi
ini diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah tertinggal agar mempunyai
keterkaitan dengan daerah maju
4. Peningkatan
Kapasitas, strategi
ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya
manusia pemerintah dan masyarakat di daerah tertinggal.
5. Peningkatan
Mitigasi, Rehabilitasi dan Peningkatan, strategi ini diarahkan untuk mengurangi resiko dan
memulihkan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam
serta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan.
2.7.
Pemberdayaan
Masyarakat
Selama ini kita mengenal tiga kategori
pendidikan. Pertama yaitu pendidikan formal, seperti yang selalu kita lihat di
sekolah-sekolah dengan ciri ada guru, murid, bangku, papan tulis. Kedua yaitu
pendidikan informal tetapi mempunyai pola seperti pendidikan formal, seperti
pengadaan kursus dan lain-lain yang memberikan ijazah sebagai tanda
kredibilitasnya. Ada juga pendidikan non formal yang tidak memberikan ijasah,
sertifikat dan lain-lain. Pendidikan seperti ini biasanya digunakan untuk
meningkatkan mutu SDM. Dalam pembangunan pendidikan di daerah tertinggal,
sebaiknya masyarakat ikut dilibatkan dalam banyak keputusan. Karena jika tidak,
masyarakat akan merasa kurang memiliki dan acuh tak acuh dan mungkin hanya akan
menunggu sampai pembangunan tersebut selesai dilaksanakan Pendidikan
dengan upaya
memberdayakan
masyarakat selalu menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap
kegiatan belajar dan bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
Banyak hal yang dapat dilakukan
pemerintah maupun masyarakat sendiri dalam rangka membentu mengaplikasikan
pendidikan yang menggunakan masyarakat sendiri sebagai pondasi dan
pembangunnya. Salah satunya dengan adanya bantuan teknis, dalam hal ini
pendidikan formal maupun informal dapat dilakukan masyarakat dan pemerintah dengan
mengirimkan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga
kependidikan.
Cara lain yaitu
dengan subsidi dana penyelenggaraan kependidikan formal maupun informal
berbasis masyarakat yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah berupa
biaya operasi. Selain itu, sumber daya lain yang dapat membantu dalam
menyukseskan pendidikan berbasis masyarakat yaitu berupa pengadaan sarana dan
prasarana pendidikan. Semua hal tersebut dapat tersedia dengan adanya kerja
sama yang terbuka antara pemerintah, pemerintah daerah, Tokoh-tokoh masyarakat
serata LSM terkait yang diharapkan dapat membantu proses pendidikan ini.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kriteria sebuah
daerah tertinggal adalah berdasarkan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan
wilayah (fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek lingkungan, aspek
manusianya, maupun prasarana pendukungnya) kurang berkembang dibandingkan
daerah lain.
Pandangan
masyarakat desa di daerah tertinggal cenderung lebih berorientasi pada hal
materiil, yaitu lebih menyukai jika anak-anaknya bekerja membantu orang tua
daripada harus belajar di sekolah. Mungkin hal inilah yang menyebabkan masyarakat
desa di daerah tertinggal.
Masyarakat
daerah tertinggal adalah masyarakat yang gamang atau takut terhadap upaya
pembaruan. Perubahan kurikulum, uji coba model, dan uji coba mekanisme sering
dianggap para pengajar sebagai sebuah malapetaka atau setidaknya menjadi beban
yang cukup berat untuk mereka. Sudah cukup banyak usaha-usaha yang dilakukan
pemerintah dalam menghadapi masalah ketertinggalan daerah selama ini. Salah
satunya yaitu pemerintah mengeluarkan Permen PDT No. 07/ PER/ W-PDT /III/2007
tentang perubahan strategi pembangunan daerah tertinggal. Ini merupakan
implementasi teknis dari Undang-undang nomor 25 tahun 2005 tentang sistem perencanaan
pembangunan nasional.
Kementrian PDT juga membuat sasaran pembangunan daerah
tertinggal yang terbagi dalam sasaran jangka menengah (RPJMN) dan sasaran
jangka panjang (RPJPN).
3.2.
Saran
Daerah tertinggal masih menjadi
pekerjaan rumah bagi pemerintah dan juga masyarakat luas. Alangkah baiknya jika
dalam pembangunan daerah tertinggal ini pemerintah juga mengajak masyarakat
ikut serta. Mengingat pendidikan merupakan salah satu pilar penentu bangsa dimasa
depan. Sebagai masyarakat, kita harus
mengubah pandangan masyarakat daerah tertinggal tentang pendidikan, hal ini
disebabkan karena pendidikan merupakan pilar penting dalam kehidupan bernegara.
Pendidikan juga teramat penting bagi
setiap individu. Karena akan beruhubungan selanjutnya kepada masa depan
individu tersebut dan selanjutnya juga akan berpengaruh pada bangsa dalam waktu
mendatang. Penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan akan sangat dibutuhkan.
Perbaikan sarana-prasaran harus tetap ditingkatkan.
Pengawasan dana pendidikan harus
berjalan transparan. Mengingat telah banyak usaha yang telah dilakukan
pemerintah, dan tingkat kepedulian yang tinggi dari pemerintah daerah, maka
bukan hal yang tidak mungkin bahwa kita sebagai masyarakat dan abdi Negara
untuk melanjutkan program-program tersebut dan menjadikan Indonesia sebagai
Negara yang maju dan terdepan dalam pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Utomo tjipto, Ruijter Kees. 1991. Peningkatan
dan Pengembangan Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Sam Tuti T, Chan Sam M. 2006. Kebijakan
Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sastradipoera Koemaruddin. 1989. Kegunaan
Konsep Gini dan Konsep Kesenjangan Pendidikan. Bandung: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar